KISAH MANIS SANG IMAM
Mentari
pagi mulai meninggi, menampakkan sinarnya yang perkasa. Diam-diam sinarnya
menyelinap diantara rimbunnya pepohonan. Kristal-kristal bening diantara
dedaunan nan hijau, perlahan menguap. Ranting-ranting kering dan daun-daun yang
menguning berguguran. Angin berhembus spoi-spoi, menerbangkannya ke setiap
penjuru halaman.
Udara
segar kaya oksigen sangat terasa di Minggu pagi ini. Semua makhluk menyambutnya
dengan penuh suka cita. Tumbuhan meliuk-liuk mengikuti arah angin. Burung-burung
beterbangan kesana-kemari memulai rutinitasnya. Juga manusia-manusia yang
berlalu lalang melakukan aktivitasnya.
Asap
mengepul dari hasil pembakaran gundukan sampah kering di pelataran pondok
pesantren. Suara geretan sapu lidi seperti saling bersahutan antara satu dan
yang lainnya. Canda dan tawa yang diciptakan membuat suasana roan Minggu ini semakin hidup. Puluhan
santri berpeci dan bersarung tengah bersemangat gotong-royong membersihkan
rumah kedua mereka, pondok pesantren.
Punggung
Imam melengkung hampir 90° saat ia menyapu menggunakan sapu lidi yang pendek.
Tangannya menggoyangkan sapu lidi dengan pelan dan arahnya semrawut. Sampah-sampah
melompat kesana-kemari tak karuan. Semangatnya seolah-olah terpendam dari balik
wajahnya yang tampan. Biasanya pria berkulit putih ini paling semangat saat roan dan malah sering menyuruh
teman-temannya yang terlihat malas untuk segera bergabung dalam semangatnya. Namun,
tidak seperti biasanya, kali ini Imam terlihat lesu. Matanya menerawang jauh
entah kemana. Ia tidak lagi memperhatikan sampah-sampah di hadapannya. Yang ada
hanya lamunan di pikirannya.
Tiba-tiba
sebuah tangan menepuk punggung kanan Imam dengan keras. Imam terperanjat dan
mendapati Iqbal yang berada tepat di belakangnya. Iqbal berhasil membuyarkan
lamunan Imam. Iqbal tertawa geli melihat ekspresi wajah Imam ketika kaget.
Dengan puasnya, Iqbal menambah volume tawanya. Ia tertawa sejadinya.
Saat
sedang asyik tertawa, tiba-tiba sapu lidi melayang dan mengenai bokong seorang
Iqbal. Sontak Iqbal meringis kesakitan sembari mengusap-usap bokongnya. Iqbal
berhenti tertawa ketika sapu lidi akan melayang untuk kedua kalinya.
“Ampun,
Mam! Ampun! ‘afwan, Mam!” (teriak
Iqbal sembari menangkis tangan Imam yang akan memukulnya kembali dengan sapu
lidi)
“Sontoloyooo…. Enak aja kamu, Bal.
Jantungku mau copot tahu?” (kata Imam yang akan melayangkan sapu lidinya lagi)
“Oke
oke…. Sebentar to, Mam. Ada yang mau
aku omongin, nih.” (kata Iqbal yang masih terus menahan Imam)
“Halah….
Kamu, tuh. Kalau niatnya mau ngomongin sesuatu, tinggal ngomong aja. Enggak
perlu mukul-mukul punggung orang gitu.” (Imam menggerutu)
“Iya,
deh. Iya, Mam. Maaf maaf. Hehehe.” (kata Iqbal sambil menggaruk kepalanya yang
tidak gatal)
Imam
meletakkan sapu lidinya di dekat pohon mangga. Ia mengajak Iqbal untuk duduk di
bawah pohon mangga tersebut sembari istirahat mengurangi rasa penat mereka.
Imam mengipas-ngipaskan peci ke arah wajahnya. Angin perlahan mengeringkan
keringat Imam. Ia benar-benar menikmati suasana sejuk nan rindang di bawah
pohon mangga tersebut.
“Mam,
tadi malam, kamu kemana aja, sih? Udah lihat grup?” (tanya Iqbal)
“Eh,
sorry, Bal. Tadi malam, HP ku mati.
Jadi aku off. Kenapa emang?” (Imam
balik bertanya)
“Udah….
Lihat aja di grup BBM. Rame pokoknya.” (Iqbal tersenyum)
Iqbal
kemudian segera meninggalkan Imam tanpa pamit ataupun salam. Ia pergi begitu
saja. Imam heran memperhatikan tingkah laku Iqbal. Dalam hatinya juga
bertaya-tanya tentang apa yang terjadi di grup BBM kelasnya? Sepertinya
kehebohan telah melanda grup.
Malam
itu, setelah Imam merasakan masa-masa sulit dalam hidupnya, ia tertidur pulas
dan bangun saat adzan subuh berkumandang. Ia ingin meninggalkan segala mimpi
buruknya. Namun mimpi itu hanya menghilang saat ia tidur dan menghantui kembali
saat ia bangun. Mimpi buruk itu yang membuat pikirannya melayang jauh entah
kemana. Mimpi yang membuat aktivitasnya terasa kacau. Mimpi yang membuatnya
ingin lari dari kenyataan.
Hari
Sabtu kemarin, Iqbal dan teman-teman kelasnya mendapatkan tugas sekolah mata
pelajaran matematika. Tugasnya adalah mengetik ulang sekaligus mengerjakan Bab
Bangun Ruang. Tugas ini dikumpulkan paling lambat pukul 00:00. Jika
mengumpulkan lebih dari waktu tersebut, maka ia tidak akan mendapat nilai dan
tidak diperbolehkan mengikuti mata pelajaran tersebut selama 3 kali pertemuan.
Begitulah ancaman dari Pak Raden, sapa anak kelas kepada guru matematika mereka
yang terkenal galak.
Karena
waktu pulang sekolah adalah pukul 15:00, sedangkan pukul 16:00 adalah jadwal ngaos Quran di pondok pesantren,
akhirnya Imam memutuskan untuk mengerjakan tugasnya bakda ngaos Kitab Kuning selepas salat ‘Isya. Rasa kantuk dan lelah harus
ia tahan. Jika ia telat mengumpulkan, otomatis ia akan mendapatkan
konsekuensinya. Ia tak mau hal itu terjadi hanya karena kantuk dan lelah. Ia
bangkit dan semangat untuk mengerjakan tugas.
Imam
mondar-mandir kebingungan. Di pondok pesantren tak satupun santri membawa
laptop. Ia harus pergi ke rumah teman kelasnya untuk meminjam laptop. Pukul
21:00 Imam meminta ijin kepada pengurus untuk keluar sebentar. Untungnya Imam
diijinkan. Hal ini karena keadaan yang mendesak. Selain itu, rumah temannya
juga tidak terlalu jauh dari pondok pesantren. Hanya membutuhkan waktu sekitar
10 menit untuk berjalan.
Imam
telah sampai di tempat tujuannya. Ia segera meminta tolong untuk dipinjamkan
laptop kepada Adi. Sebagai seorang teman, Adi memang sangat baik kepada Imam.
Tentunya, dengan senang hati, Imam dibolehkan untuk meminjam laptop.
Soal
demi soal Imam kerjakan dan diketik dengan teliti. Ia ditemani Adi di ruang
tamu. Tak segan-segan, Adi menyuguh Imam dengan kopi susu dan beberapa jajan
kriyikan. Imam sangat berterima kasih kepada Adi karena telah membantunya.
Pukul
22:30 tugas telah selesai. Semua file telah ia pindahkan ke flashdisknya. Ia
segera berpamitan kepada Adi. Imam berjalan setengah berlari menuju rumah ketua
kelasnya. Ternyata, rumah sang ketua kelas juga tidak begitu jauh dengan rumah
Adi. Sama seperti jarak pondok pesantren ke rumah Adi. Hanya membutuhkan waktu
10 menit untuk berjalan.
Imam
bertemu Roni sang ketua kelas di teras rumah. Imam pun menyatakan tujuan
kedatangannya. Ia segera menyerahkan flsahdisknya. Imam mulai tersenyum bahagia
karena ia bisa mengumpulkan tugasnya tepat waktu. Namun, senyum bahagia itu
tiba-tiba menghilang seketika. Wajah Imam mulai terlihat pucat karena ternyata
flashdisknya tidak dapat dibuka. Imam panik, ia bingung harus berbuat apa.
Berkali-kali flashdisknya dicoba, namun tetap tidak ada hasilnya.
Imam
memutuskan untuk kembali ke rumah Adi untuk mencoba mengirim kembali file
tugasnya. “Mungkin tadi belum masuk.”
(pikir Imam)
Setelah
dikirim, Imam bergegas dan lari menuju ke rumah Roni. Roni menerima
flashdisknya dan dikirim kembali ke laptopnya. Hasilnya seperti awal, flashdisknya
tidak dapat dibuka. Hatinya sangat sakit melihat kejadian tersebut. Rasa kantuk
dan lelah serta semua perjuangannya untuk mengerjakan tugas itu, seolah-olah
terhempas begitu saja. Ia tak mendapatkan apa-apa. Yang ada hanyalah zonk. Imam
terduduk meratapi nasibnya. Roni berusaha menenangkan pikiran Imam. Ia akan
segera mencarikannya jalan keluar.
“Huft….
Sudahlah, Ron. Makasih udah mau ngasih bantuan. Tapi, waktu udah makin mepet
dan itu enggak mungkin. Aku pasrah aja, Ron. Yang penting aku udah ada usaha
buat ngerjain tugas itu, kalau memang hasilnya seperti ini, aku serahin
semuanya sama Allah. Aku pulang ya, Ron. Assalamualaikum….”
(ujar Imam sembari meninggalkan rumah Roni)
Kepala
Imam terasa berat. Ia tak kuat membawanya. Kepalanya seperti ingin jatuh.
Dadanya terasa sesak. Nafasnya tersengal-sengal. Ia berjalan sempoyongan. Ingin
rasanya ia teriak sekencangnya. Namun, mulutnya seolah-olah terkunci. Astaghfirullahal ‘adziim. Batinnya
mencoba untuk terus mengucapkan kalimat itu.
Sesampainya
di pondok pesantren, Imam menghempaskan tubuhnya ke lantai kamarnya. Ia
terbaring tak berdaya. Matanya memandang langit-langit kamar. Tiba-tiba,
ponselnya berdering. Ternyata ada pesan di BBM dari sang ketua kelas.
Kamu tenang aja, Mam. Aku akan cari
jalan keluar J
Pesan
tersebut tak membuat Imam bergeming. Ponselnya segera dimatikan dan diletakkan
sejauh-jauhnya. Imam mengatur posisi senyaman mungkin. Perlahan ia pejamkan
mata. Imam akan mulai memasuki alam indahnya. Meninggalkan mimpi-mimpi
buruknya. Meninggalkan segala beban masalah hidupnya. Setelah beberapa detik,
nafas Imam kembali teratur. Detak jantungnya kembali normal. Yang ia lihat
hanyalah bayang-bayang hitam berhiaskan kerlap-kerlip bintang.
Adzan
subuh membangunkan Imam dari tidurnya. Ternyata hari Sabtu telah berganti hari
Minggu. Imam berusaha untuk tidak mengingat kejadian tadi malam. Namun,
memorinya telah mengunci kejadian itu dengan seribu gembok. Setiap kali mata
Imam berkedip dan juga saat matanya terbuka, bayang-bayang kejadian tadi malam
terus menghantui pikirannya. Ia berharap, kegiatan roan nanti dapat menghapus semua itu. Biasanya banyak teman-teman
yang bercanda tawa saat roan. Namun
kenyataannya, canda tawa mereka tidak dapat membuat Imam melupakan semua itu.
Hingga akhirnya Iqbal mengagetkan dirinya dan memberikan informasi mengenai
suatu hal di grup BBM kelas. Imam yang mulai penasaran, akhirnya membuka grup
BBM kelasnya.
Imam
mengernyitkan dahi. Matanya dengan jeli membaca obrolan di grup BBM kelas.
Sungguh sayang beribu sayang, tadi malam ia melewatkan ramainya grup ini. Ia
benar-benar tak menyangka. Bibirnya mulai ditarik ke kanan dan kiri beberapa
sentimeter. Senyum manis menghiasi wajah Imam. Matanya berbinar penuh keharuan.
Temen2….
Maaf sblmnya mengganggu. Ada salah satu temen kita yg lagi butuh bantuan, nih.
Tadi Imam udah ngerjain n mau ngumpulin tugas matematika, tapi filenya gk bisa
dibuka. Tolong Imam ya, guys. Kasian dia di pondok gk ada lepi L Sekarang sisa waktu
pengumpulan tinggal 45 menit. Gimana guys?
(Pesan
singkat telah dikirim oleh Roni, sang ketua kelas)
Okeeee….
Ayo! Kita bantuin J Eh, tapi kita harus ngapain, nih?
(Balasan
dari Erik segera muncul beberapa menit kemudian)
Bagus….
Tenang aja, aku udah atur semuanya. Buat Erik, aku kasih kamu tugas ngetik,
soalnya diantara tmen2 lain, kamu yg paling cepet ngetiknya. Dan buat tmen2
lain, tlong cari jawaban dari soal2nya Imam. Ntar kalo semua udah beres,
langsung kirimin ke aku. Gmn? Setuju?
(Roni
mulai memberi komando)
Setuju!!!
Shiiip!!!
Beres,
bos!!!
(Respon
dari berbagai pihak mulai berdatangan)
Imam
yang membaca pesan-pesan tersebut, masih belum bisa percaya. Berkali-kali ia
menepuk pipi kanannya, kemudian ganti pipi kiri. Imam merasakan sakit. Ia tidak
bermimpi sekarang. Ini benar-benar nyata. Di grup sangat ramai dengan obrolan
teman-teman kelas. Mereka sibuk cari jawaban, kemudian mengetik, hingga akhirnya
bisa menyelesaikan tugas Imam tepat waktu. Imam sangat terharu. Matanya
tiba-tiba mulai berkaca.
Esoknya,
Imam berangkat ke sekolah. Langkahnya yang mantap memasuki bangunan kokoh yang
selalu menunggu kehadirannya. Imam melihat ke sekelilingnya. Memandang sekolah
tercintanya yang dengan gagah berdiri dibawah langit biru yang cerah. Terlihat
siswa-siswi saling bertegur sapa. Menceritakan pengalaman-pengalaman mereka
selama weekend. Tak ketinggalan para
guru yang juga saling bersenda gurau antara satu dengan yang lainnya. Senin
kali ini, mereka awali dengan perasaan bahagia dan syukur yang mendalam.
Riuh
suasana kelas seketika pecah saat Imam menjejakkan kaki tepat di depan pintu
kelasnya. Imam berjalan dengan tegap, masuk kelas dan berdiri di hadapan
teman-temannya. Semua penghuni kelas terheran-heran melihat Imam. Semua
memperhatikan gerak-gerik Imam dengan saksama. Semua mata memandang ke satu
tujuan, Imam.
“Assalamualaikum
wr. wb.” (Imam memberikan salam kepada teman-teman)
“Waalaikumussalam
wr. wb.” (Semua menjawab salam Imam)
Semua
penasaran tentang tujuan Imam yang tidak biasanya melakukan hal seperti itu.
“Teman-teman
yang saya cintai. Sebelumnya, pasti teman-teman heran dan bertanya-tanya,
kenapa saya berdiri dihadapan teman-teman semua?” (Imam mengawali
pembicaraannya)
Semua
mengangguk. Imam tersenyum dan tertawa kecil.
“Teman-teman,
saya sudah baca obrolan kalian di grup BBM kemarin malam. Saya benar-benar
terharu atas apa yang telah kalian lakukan. Sebelumya saya minta maaf, saya
telah merepotkan kalian semuanya. Saya telah mengganggu ketenangan malam
kalian. Sehingga kalian harus bersusah payah menyelesaikan tugas saya. Saya
benar-benar minta maaf. (Imam menundukkan kepala beberapa detik lalu mengangkat
kepalanya pelan) Kemudian, saya juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas kepedulian dan pertolongan kalian. Maaf saya tidak bisa
memberikan balasan apa-apa kepada teman-teman semua. Semoga Allah membalas
kebaikan kalian. Saya bangga dan bersyukur mempunyai teman seperti kalian.
Kalian ada saat saya mengalami kesulitan. Saya tidak akan lupa dengan kebaikan
kalian. Terimakasih…. Terimakasih banyak…. Teman-teman.”
Imam
menghembuskan nafasnya dengan lega. Semua terpana saat Imam menyampaikan hal
tersebut. Semua tidak percaya jikalau yang dihadapan mereka adalah Imam. Walaupun
Imam sering berpartisipasi dalam memajukan kelasya, namun Imam terkenal pendiam
dan hanya bergaul dengan teman laki-laki saja. Dan hari ini, tiba-tiba ia
mngeluarkan segala unek-uneknya di depan kelas, di hadapan seluruh teman-temannya.
Banyak yang tidak percaya, khususnya kaum hawa yang melongo dari awal Imam
berkata hinnga titik akhir.
“Haaa?
Imam? Itu kamu?” (ucap Nadea tecengang)
“Iya….
Itu benar kamu, kan Mam? Kok kamu bisa ngomong kaya gitu? Dapat kata-kata
darimana, Mam?” (kata Nisa terheran-heran)
Imam
tidak menjawab dengan kata-kata. Hanya senyum kecil menghiasi bibirnya.
“Iya,
Mam, iya. Nyantai aja kali. Kita semua kan teman. Ini nih gunanya teman. Ada
saat kamu membutuhkan. Kamu juga udah baik banget sama kita-kita. Jadi,
sekarang kita yang balas kebaikan kamu, Mam.” (ujar Roni yang kemudian merangkul
bahu Imam)
Tiba-tiba bel berdering. Ini pertanda upacara
akan segera dilaksanakan. Semua siswa berbondong-bondong ke lapangan untuk
melaksanakan upacara bendera. Mereka segera berjajar dan berbaris dengan tertib
dan rapi. Memberikan hormat kepada sang merah putih. Dalam hati, dalam jiwa
mereka, berkobar semangat persatuan dan kesatuan serta persaudaraan untuk
bersama-sama menyongsong hari esok nan gemilang.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar