Minggu, 27 November 2016

CERPEN

KISAH MANIS SANG IMAM

Mentari pagi mulai meninggi, menampakkan sinarnya yang perkasa. Diam-diam sinarnya menyelinap diantara rimbunnya pepohonan. Kristal-kristal bening diantara dedaunan nan hijau, perlahan menguap. Ranting-ranting kering dan daun-daun yang menguning berguguran. Angin berhembus spoi-spoi, menerbangkannya ke setiap penjuru halaman.
Udara segar kaya oksigen sangat terasa di Minggu pagi ini. Semua makhluk menyambutnya dengan penuh suka cita. Tumbuhan meliuk-liuk mengikuti arah angin. Burung-burung beterbangan kesana-kemari memulai rutinitasnya. Juga manusia-manusia yang berlalu lalang melakukan aktivitasnya.
Asap mengepul dari hasil pembakaran gundukan sampah kering di pelataran pondok pesantren. Suara geretan sapu lidi seperti saling bersahutan antara satu dan yang lainnya. Canda dan tawa yang diciptakan membuat suasana roan Minggu ini semakin hidup. Puluhan santri berpeci dan bersarung tengah bersemangat gotong-royong membersihkan rumah kedua mereka, pondok pesantren.
Punggung Imam melengkung hampir 90° saat ia menyapu menggunakan sapu lidi yang pendek. Tangannya menggoyangkan sapu lidi dengan pelan dan arahnya semrawut. Sampah-sampah melompat kesana-kemari tak karuan. Semangatnya seolah-olah terpendam dari balik wajahnya yang tampan. Biasanya pria berkulit putih ini paling semangat saat roan dan malah sering menyuruh teman-temannya yang terlihat malas untuk segera bergabung dalam semangatnya. Namun, tidak seperti biasanya, kali ini Imam terlihat lesu. Matanya menerawang jauh entah kemana. Ia tidak lagi memperhatikan sampah-sampah di hadapannya. Yang ada hanya lamunan di pikirannya.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk punggung kanan Imam dengan keras. Imam terperanjat dan mendapati Iqbal yang berada tepat di belakangnya. Iqbal berhasil membuyarkan lamunan Imam. Iqbal tertawa geli melihat ekspresi wajah Imam ketika kaget. Dengan puasnya, Iqbal menambah volume tawanya. Ia tertawa sejadinya.
Saat sedang asyik tertawa, tiba-tiba sapu lidi melayang dan mengenai bokong seorang Iqbal. Sontak Iqbal meringis kesakitan sembari mengusap-usap bokongnya. Iqbal berhenti tertawa ketika sapu lidi akan melayang untuk kedua kalinya.
“Ampun, Mam! Ampun! ‘afwan, Mam!” (teriak Iqbal sembari menangkis tangan Imam yang akan memukulnya kembali dengan sapu lidi)
Sontoloyooo…. Enak aja kamu, Bal. Jantungku mau copot tahu?” (kata Imam yang akan melayangkan sapu lidinya lagi)
“Oke oke…. Sebentar to, Mam. Ada yang mau aku omongin, nih.” (kata Iqbal yang masih terus menahan Imam)
“Halah…. Kamu, tuh. Kalau niatnya mau ngomongin sesuatu, tinggal ngomong aja. Enggak perlu mukul-mukul punggung orang gitu.” (Imam menggerutu)
“Iya, deh. Iya, Mam. Maaf maaf. Hehehe.” (kata Iqbal sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal)
Imam meletakkan sapu lidinya di dekat pohon mangga. Ia mengajak Iqbal untuk duduk di bawah pohon mangga tersebut sembari istirahat mengurangi rasa penat mereka. Imam mengipas-ngipaskan peci ke arah wajahnya. Angin perlahan mengeringkan keringat Imam. Ia benar-benar menikmati suasana sejuk nan rindang di bawah pohon mangga tersebut.
“Mam, tadi malam, kamu kemana aja, sih? Udah lihat grup?” (tanya Iqbal)
“Eh, sorry, Bal. Tadi malam, HP ku mati. Jadi aku off. Kenapa emang?” (Imam balik bertanya)
“Udah…. Lihat aja di grup BBM. Rame pokoknya.” (Iqbal tersenyum)
Iqbal kemudian segera meninggalkan Imam tanpa pamit ataupun salam. Ia pergi begitu saja. Imam heran memperhatikan tingkah laku Iqbal. Dalam hatinya juga bertaya-tanya tentang apa yang terjadi di grup BBM kelasnya? Sepertinya kehebohan telah melanda grup.
Malam itu, setelah Imam merasakan masa-masa sulit dalam hidupnya, ia tertidur pulas dan bangun saat adzan subuh berkumandang. Ia ingin meninggalkan segala mimpi buruknya. Namun mimpi itu hanya menghilang saat ia tidur dan menghantui kembali saat ia bangun. Mimpi buruk itu yang membuat pikirannya melayang jauh entah kemana. Mimpi yang membuat aktivitasnya terasa kacau. Mimpi yang membuatnya ingin lari dari kenyataan.
Hari Sabtu kemarin, Iqbal dan teman-teman kelasnya mendapatkan tugas sekolah mata pelajaran matematika. Tugasnya adalah mengetik ulang sekaligus mengerjakan Bab Bangun Ruang. Tugas ini dikumpulkan paling lambat pukul 00:00. Jika mengumpulkan lebih dari waktu tersebut, maka ia tidak akan mendapat nilai dan tidak diperbolehkan mengikuti mata pelajaran tersebut selama 3 kali pertemuan. Begitulah ancaman dari Pak Raden, sapa anak kelas kepada guru matematika mereka yang terkenal galak.
Karena waktu pulang sekolah adalah pukul 15:00, sedangkan pukul 16:00 adalah jadwal ngaos Quran di pondok pesantren, akhirnya Imam memutuskan untuk mengerjakan tugasnya bakda ngaos Kitab Kuning selepas salat ‘Isya. Rasa kantuk dan lelah harus ia tahan. Jika ia telat mengumpulkan, otomatis ia akan mendapatkan konsekuensinya. Ia tak mau hal itu terjadi hanya karena kantuk dan lelah. Ia bangkit dan semangat untuk mengerjakan tugas.
Imam mondar-mandir kebingungan. Di pondok pesantren tak satupun santri membawa laptop. Ia harus pergi ke rumah teman kelasnya untuk meminjam laptop. Pukul 21:00 Imam meminta ijin kepada pengurus untuk keluar sebentar. Untungnya Imam diijinkan. Hal ini karena keadaan yang mendesak. Selain itu, rumah temannya juga tidak terlalu jauh dari pondok pesantren. Hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk berjalan.
Imam telah sampai di tempat tujuannya. Ia segera meminta tolong untuk dipinjamkan laptop kepada Adi. Sebagai seorang teman, Adi memang sangat baik kepada Imam. Tentunya, dengan senang hati, Imam dibolehkan untuk meminjam laptop.
Soal demi soal Imam kerjakan dan diketik dengan teliti. Ia ditemani Adi di ruang tamu. Tak segan-segan, Adi menyuguh Imam dengan kopi susu dan beberapa jajan kriyikan. Imam sangat berterima kasih kepada Adi karena telah membantunya.
Pukul 22:30 tugas telah selesai. Semua file telah ia pindahkan ke flashdisknya. Ia segera berpamitan kepada Adi. Imam berjalan setengah berlari menuju rumah ketua kelasnya. Ternyata, rumah sang ketua kelas juga tidak begitu jauh dengan rumah Adi. Sama seperti jarak pondok pesantren ke rumah Adi. Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk berjalan.
Imam bertemu Roni sang ketua kelas di teras rumah. Imam pun menyatakan tujuan kedatangannya. Ia segera menyerahkan flsahdisknya. Imam mulai tersenyum bahagia karena ia bisa mengumpulkan tugasnya tepat waktu. Namun, senyum bahagia itu tiba-tiba menghilang seketika. Wajah Imam mulai terlihat pucat karena ternyata flashdisknya tidak dapat dibuka. Imam panik, ia bingung harus berbuat apa. Berkali-kali flashdisknya dicoba, namun tetap tidak ada hasilnya.
Imam memutuskan untuk kembali ke rumah Adi untuk mencoba mengirim kembali file tugasnya. “Mungkin tadi belum masuk.” (pikir Imam)
Setelah dikirim, Imam bergegas dan lari menuju ke rumah Roni. Roni menerima flashdisknya dan dikirim kembali ke laptopnya. Hasilnya seperti awal, flashdisknya tidak dapat dibuka. Hatinya sangat sakit melihat kejadian tersebut. Rasa kantuk dan lelah serta semua perjuangannya untuk mengerjakan tugas itu, seolah-olah terhempas begitu saja. Ia tak mendapatkan apa-apa. Yang ada hanyalah zonk. Imam terduduk meratapi nasibnya. Roni berusaha menenangkan pikiran Imam. Ia akan segera mencarikannya jalan keluar.
“Huft…. Sudahlah, Ron. Makasih udah mau ngasih bantuan. Tapi, waktu udah makin mepet dan itu enggak mungkin. Aku pasrah aja, Ron. Yang penting aku udah ada usaha buat ngerjain tugas itu, kalau memang hasilnya seperti ini, aku serahin semuanya sama Allah. Aku pulang ya, Ron. Assalamualaikum….” (ujar Imam sembari meninggalkan rumah Roni)
Kepala Imam terasa berat. Ia tak kuat membawanya. Kepalanya seperti ingin jatuh. Dadanya terasa sesak. Nafasnya tersengal-sengal. Ia berjalan sempoyongan. Ingin rasanya ia teriak sekencangnya. Namun, mulutnya seolah-olah terkunci. Astaghfirullahal ‘adziim. Batinnya mencoba untuk terus mengucapkan kalimat itu.
Sesampainya di pondok pesantren, Imam menghempaskan tubuhnya ke lantai kamarnya. Ia terbaring tak berdaya. Matanya memandang langit-langit kamar. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ternyata ada pesan di BBM dari sang ketua kelas.
Kamu tenang aja, Mam. Aku akan cari jalan keluar J
Pesan tersebut tak membuat Imam bergeming. Ponselnya segera dimatikan dan diletakkan sejauh-jauhnya. Imam mengatur posisi senyaman mungkin. Perlahan ia pejamkan mata. Imam akan mulai memasuki alam indahnya. Meninggalkan mimpi-mimpi buruknya. Meninggalkan segala beban masalah hidupnya. Setelah beberapa detik, nafas Imam kembali teratur. Detak jantungnya kembali normal. Yang ia lihat hanyalah bayang-bayang hitam berhiaskan kerlap-kerlip bintang.
Adzan subuh membangunkan Imam dari tidurnya. Ternyata hari Sabtu telah berganti hari Minggu. Imam berusaha untuk tidak mengingat kejadian tadi malam. Namun, memorinya telah mengunci kejadian itu dengan seribu gembok. Setiap kali mata Imam berkedip dan juga saat matanya terbuka, bayang-bayang kejadian tadi malam terus menghantui pikirannya. Ia berharap, kegiatan roan nanti dapat menghapus semua itu. Biasanya banyak teman-teman yang bercanda tawa saat roan. Namun kenyataannya, canda tawa mereka tidak dapat membuat Imam melupakan semua itu. Hingga akhirnya Iqbal mengagetkan dirinya dan memberikan informasi mengenai suatu hal di grup BBM kelas. Imam yang mulai penasaran, akhirnya membuka grup BBM kelasnya.
Imam mengernyitkan dahi. Matanya dengan jeli membaca obrolan di grup BBM kelas. Sungguh sayang beribu sayang, tadi malam ia melewatkan ramainya grup ini. Ia benar-benar tak menyangka. Bibirnya mulai ditarik ke kanan dan kiri beberapa sentimeter. Senyum manis menghiasi wajah Imam. Matanya berbinar penuh keharuan.
Temen2…. Maaf sblmnya mengganggu. Ada salah satu temen kita yg lagi butuh bantuan, nih. Tadi Imam udah ngerjain n mau ngumpulin tugas matematika, tapi filenya gk bisa dibuka. Tolong Imam ya, guys. Kasian dia di pondok gk ada lepi L Sekarang sisa waktu pengumpulan tinggal 45 menit. Gimana guys?
(Pesan singkat telah dikirim oleh Roni, sang ketua kelas)
Okeeee…. Ayo! Kita bantuin J Eh, tapi kita harus ngapain, nih?
(Balasan dari Erik segera muncul beberapa menit kemudian)
Bagus…. Tenang aja, aku udah atur semuanya. Buat Erik, aku kasih kamu tugas ngetik, soalnya diantara tmen2 lain, kamu yg paling cepet ngetiknya. Dan buat tmen2 lain, tlong cari jawaban dari soal2nya Imam. Ntar kalo semua udah beres, langsung kirimin ke aku. Gmn? Setuju?
(Roni mulai memberi komando)
Setuju!!!
Shiiip!!!
Beres, bos!!!
(Respon dari berbagai pihak mulai berdatangan)
Imam yang membaca pesan-pesan tersebut, masih belum bisa percaya. Berkali-kali ia menepuk pipi kanannya, kemudian ganti pipi kiri. Imam merasakan sakit. Ia tidak bermimpi sekarang. Ini benar-benar nyata. Di grup sangat ramai dengan obrolan teman-teman kelas. Mereka sibuk cari jawaban, kemudian mengetik, hingga akhirnya bisa menyelesaikan tugas Imam tepat waktu. Imam sangat terharu. Matanya tiba-tiba mulai berkaca.
Esoknya, Imam berangkat ke sekolah. Langkahnya yang mantap memasuki bangunan kokoh yang selalu menunggu kehadirannya. Imam melihat ke sekelilingnya. Memandang sekolah tercintanya yang dengan gagah berdiri dibawah langit biru yang cerah. Terlihat siswa-siswi saling bertegur sapa. Menceritakan pengalaman-pengalaman mereka selama weekend. Tak ketinggalan para guru yang juga saling bersenda gurau antara satu dengan yang lainnya. Senin kali ini, mereka awali dengan perasaan bahagia dan syukur yang mendalam.
Riuh suasana kelas seketika pecah saat Imam menjejakkan kaki tepat di depan pintu kelasnya. Imam berjalan dengan tegap, masuk kelas dan berdiri di hadapan teman-temannya. Semua penghuni kelas terheran-heran melihat Imam. Semua memperhatikan gerak-gerik Imam dengan saksama. Semua mata memandang ke satu tujuan, Imam.
“Assalamualaikum wr. wb.” (Imam memberikan salam kepada teman-teman)
“Waalaikumussalam wr. wb.” (Semua menjawab salam Imam)
Semua penasaran tentang tujuan Imam yang tidak biasanya melakukan hal seperti itu.
“Teman-teman yang saya cintai. Sebelumnya, pasti teman-teman heran dan bertanya-tanya, kenapa saya berdiri dihadapan teman-teman semua?” (Imam mengawali pembicaraannya)
Semua mengangguk. Imam tersenyum dan tertawa kecil.
“Teman-teman, saya sudah baca obrolan kalian di grup BBM kemarin malam. Saya benar-benar terharu atas apa yang telah kalian lakukan. Sebelumya saya minta maaf, saya telah merepotkan kalian semuanya. Saya telah mengganggu ketenangan malam kalian. Sehingga kalian harus bersusah payah menyelesaikan tugas saya. Saya benar-benar minta maaf. (Imam menundukkan kepala beberapa detik lalu mengangkat kepalanya pelan) Kemudian, saya juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kepedulian dan pertolongan kalian. Maaf saya tidak bisa memberikan balasan apa-apa kepada teman-teman semua. Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Saya bangga dan bersyukur mempunyai teman seperti kalian. Kalian ada saat saya mengalami kesulitan. Saya tidak akan lupa dengan kebaikan kalian. Terimakasih…. Terimakasih banyak…. Teman-teman.”
Imam menghembuskan nafasnya dengan lega. Semua terpana saat Imam menyampaikan hal tersebut. Semua tidak percaya jikalau yang dihadapan mereka adalah Imam. Walaupun Imam sering berpartisipasi dalam memajukan kelasya, namun Imam terkenal pendiam dan hanya bergaul dengan teman laki-laki saja. Dan hari ini, tiba-tiba ia mngeluarkan segala unek-uneknya di depan kelas, di hadapan seluruh teman-temannya. Banyak yang tidak percaya, khususnya kaum hawa yang melongo dari awal Imam berkata hinnga titik akhir.
“Haaa? Imam? Itu kamu?” (ucap Nadea tecengang)
“Iya…. Itu benar kamu, kan Mam? Kok kamu bisa ngomong kaya gitu? Dapat kata-kata darimana, Mam?” (kata Nisa terheran-heran)
Imam tidak menjawab dengan kata-kata. Hanya senyum kecil menghiasi bibirnya.
“Iya, Mam, iya. Nyantai aja kali. Kita semua kan teman. Ini nih gunanya teman. Ada saat kamu membutuhkan. Kamu juga udah baik banget sama kita-kita. Jadi, sekarang kita yang balas kebaikan kamu, Mam.” (ujar Roni yang kemudian merangkul bahu Imam)
 Tiba-tiba bel berdering. Ini pertanda upacara akan segera dilaksanakan. Semua siswa berbondong-bondong ke lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. Mereka segera berjajar dan berbaris dengan tertib dan rapi. Memberikan hormat kepada sang merah putih. Dalam hati, dalam jiwa mereka, berkobar semangat persatuan dan kesatuan serta persaudaraan untuk bersama-sama menyongsong hari esok nan gemilang.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar