FILSAFAT DAKWAH
Pengertia dan Ruang Lingkup Filsafat
1. Pengertian Filsafat Dakwah
Filsafat berasal dari bahasa arab
“Falsafah” yang diturunkan dari bahasa Yunani philosophia. Kata philoshopia
sendiri terdiri dari dua kata,
yaitu kata philos yang berarti cinta
atau philia yang berarti
senang/sangat suka dan kata sophos
yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keahlian, kebijaksanaan atau
pengalaman praktis. Secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat adalah cinta
dan kebijaksanaan.[1] Orang yang cinta kepada
pengetahuan disebut “philosophos”
atau “failasuf” dalam ucapan Arab-nya.
Filsafat berarti berpikir, jadi yang
penting ialah ia dapat berpikir. Filsafat adalah ilmu tentang wujud-wujud
melalui sebab-sebabnya yang jauh (al-maujudah
bi al-‘ilal al-ba’idah), yakni pengetahuan yang yakin sampai pada sebab-sebab
segala sesuatu.
Dalam
bahasa Al-Qur’an, dakwah terambil dari kata د عا – يد
عو – د عو ة yang secara lughawi memiliki kesamaan makna dengan al-nida
yang berarti menyeru atau memanggil.[2]
Adapun
dari tinjauan aspek terminologi, pakar dakwah Syekh Ali Mahfuz mengartikan
dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru
mereka kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan
baik dan melarang mereka dari kebiasaan buruk suapaya mendapatkan keberuntungan
di dunia dan akhirat. Pengertian dakwah yang dimaksud menurut Ali Mahfuz lebih
dari sekadar ceramah dan pidato, walaupun memang secara lisan dakwah dapat
diidentikan dengan keduanya. Lebih dari itu, dakwah juga meliputi tulisan (bi al qalam) dan perbuatan sekaligus
keteladanan (bi al hal wa al qudwah).
Untuk mewujudkan sistem tersebut, Menurut M. Quraisy Shihab diperlukan
keinsafan atau kesadaran masyarakat untuk melakukan perubahan dari keadaan yang
tidak atau kurang baik menjadi baik.[3]
Dilihat dari
definisi kedua kata diatas, maka filsafat dakwah adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari secara kritis dan mendalam tentang dakwah (tujuan dakwah, mengapa
diperlukan proses komunikasi dan transformasi ajaran dan nilai-nilai islam dan
untuk mengubah keyakinan, sikap dan perilaku seorang Islam) dan respon terhadap
dakwah yang dilakukan oleh para da’i dan mubalig, sehingga orang yang didakwahi
dapat menjadi manusia-manusia yang baik dalam arti beriman, berakhlak mulia
seperti yang diajarkan oleh Islam.[4]
2. Ruang Lingkup Filsafat Dakwah
a. Objek
material fisafat
Menurut Rene
Descartes objek material filsafat meliputi Tuhan, alam, dan manusia. Namun, menurut Louis Kattsoff objek filsafat
itu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui oleh manusia. Sejala dengan Kattsoff adalah Oemar Amin Hoesen yang
mengatakan bahwa manusia mempunyai pikiran atau akal yang aktif. Dengan akal
aktif tersebut, manusia mempunyai kecenderungan berpikir tentang segala sesuatu
dalam alam semesta, terhadap segala yang ada, dan yang mungkin ada. Objek
tersebut adalah menjadi objek material filsafat.
b. Objek
formal filsafat
Dijelaskan oleh
I. R. Pudjawijatna, objek formal adalah objek materi yang disoroti oleh suatu
ilmu, maka berbeda dengan teologi sekalipun antara keduanya mempunyai objek
materia yang sama yaitu tentang ketuhanan. Filsafat juga berbeda dengan
sosiologi sekalipun antara keduanya sama-sama mempunyai objek materia yang sama
yaitu manusia. Karena perbedaannya itu maka tidak salah bila Endang Saifuddin
Anshari menyebut bahwa filsafat adalah ilmu istimewa yang mencoba menjawab
masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena
masalah-masalah tersebut diluar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Sementara Fuad
Hasan menyebutkan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal.
Radikal dalam arti mulai radixnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang
hendak dimasalahkan, dan dengan jalan penjagaan yang radikal, filsafat berusaha
untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
Jadi, objek
formal filsafat adalah berpikir radikal, universal, dan mendasar tentang
hakikat kebenaran Tuhan, alam, dan manusia sebagai objek material filsafat.
c. Objek
materia ilmu dakwah
Objek materia
ilmu dakwah adalah manusia. Manusia digambarkan oleh Allah SWT, dalam Al-Qur’an
sebagai mahkluk ang terpuji atau kholifah
dan juga diebut tercel atau terkutuk (mahkluk yang bodoh atau dlolim). Karena keunikannya itulah Murtadho
Mutahari menyebutnya sebagai manusia yang mempnyai sifat ganda setengahnya
dipuji dan setengahnya dikutuk.
Untuk itu
sebagai objek ilmu dakwah manusia diharapkan mampu menyerap pesan-pesan dakwah
yang diterimanya dalam rangka mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya,
untuk dapat terealisasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dengan keimanan
manusia dapat menggunakan ilmu yang diberikan Allah dengan memanfaatkannya
dalam kehidupan.
Salig mengenal,
saling memahami dan saling menghargai pebedaan diantara manusia sebagai objek
dakwah menjadikan keterpecahan mejadi kebersaman dalam menuju Taqwallah.
d. Objek
Formal Ilmu Dakwah
Objek formal
ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang proses transformasi ajaran
islam dalam suatu aktifitas orang beriman untuk kemaslahatan dan keselamatan
manusia didunia sampai akhirat kelak.
Adanya proses
transformasi berarti ada kegiatan dakwah yang terukur dan terkendali. Adanya
ajaran islam sebagai materi dari kegiatan dakwah. Adanya orang beriman,
perorangan, kelompok, atau kelembagaan seperti da’i yang melaksanakan proses
transformasi atau kegiatan dakwah. Adaya umat manusia adalah sebagai Mad’u.
adanya metodologi digunakan saat transformasi sesuai dengan kebutuhan. Adanya
target adalah tujuan yang ingin dicapai. Adanya sistematika pembahasan yang
secara ilmiah dapat dipertanggungjwakan.
Tidak kalah
pentingnya dalam pengembangan objek formal ilmu dakwah adalah rumusan visi dan
misi agar ditingkat pelaksanaan, dakwah tidak menemukan kegagalan. Visi yang
dikehendaki dalam pelaksanaan dakwah adalah berlakunya ajaran Al-Qur’an dan
Al-Hadist dalam seluruh tataran kehidupan untuk keselamatan dan kebahagian
manusia dunia dan akhirat. Untuk mewujudkan visi dakwah alam tataran kehidupan
diperlukan ketiga macam misi, yaitu : pelaksaan dakwah dengan hikmah, mau’idhoh hasanah, dan mujadalah atau dialog yang lebih baik.
e. Objek
materia dan objek formal ilmu dakwah
Dengan
ditetapkannya objek ilmu dakwah baik secara materia maupun secara formal, maka
secara keseluruhan ketetapan-ketetapan tersebut menjadi objek materia dari filsafat
dakwah, sementara objek formalnya adalah berfikir secara mendalam, radikal dan
universal, untuk mendapatkan suatu kebenaran sejauh yang dapat dipikirkan oleh
manusia. Hal tersebut dilakukan karena masih banyak persoalan dakwah yang tidak
bisa dijawab oleh ilmu dakwah. [5]
Baca juga punya saya ya....
BalasHapus